PART
1
Sebuah Rencana
**
Meja makan kecil yang cukup
sederhana. Di isi dengan Makanan sederhana buatan Ify. Rio dan Ify duduk saling
berhadapan. Diam menyantap makanan masing-masing. Tak saling berbicara jika tak
perlu. Membuat Ify sedikit mendengus lega. Sungguh, ia masih malas berbicara
apapun.
“Hari ini tidak
ingin ku antar keliling Kyoto? Ada
banyak peninggalan se---“
“Tidak. Tidak
usah.” Selat Ify begitu saja. Membuat
Rio membukam mulutnya kaku.
Ify lebih baik
dirumah saja. Walaupun bermalas-malasan memang bukan pekerjaannya. Namun ia
yakin, dirumah lebih baik daripada diluar bersama orang asing yang membuat
otaknya bekerja lebih lambat.
Tiba-tiba saja, Rio berdiri dari
duduknya. Membuat Ify sedikit tersedak. Lantas mendongakkan kepalanya, menatap
Rio bingung. Ada satu khayalan dalam otaknya tentang Rio. Apakah pemuda ini
marah dengan ucapannya barusan?
“Ya sudah. Kalau
begitu, hari ini aku akan bekerja.”
Huft! Ify
mendengus lega. Lega karena dikiranya Rio akan marah karena ucapannya, dan lega
karena Akhirnya ia bisa sendirian di rumah. Bebas tanpa orang asing.
**
“Sivia-Chan. Aku berangkat dulu yaa—“
“Alvin-kun
tunggu!.”
Alvin yang sudah
siap membalikkan badannya, berhenti sejenak ketika istrinya-Sivia memanggil namanya
dengan menjerit. Lantas segera ia menghadap kearah Sivia kembali, dengan dahi
berkerut.
“Ada apa?”
“Kau lupa
sesuatu!”
Kerutan di dahi
Alvin bertambah. Kadang masih terbingung dengan ucapan Sivia yang terlalu
berputar.
“Apa?”
Sivia meminjitkan kakinya. Mendongakkan
kepalanya seperti ingin menggapai sesuatu.
Alvin yang
merasa, Sivia kesulitan segera merendahkan tubuhnya.
Dengan segera,
Sivia berbisik pelan kepada Alvin. Membuat Alvin segera mengerti lantas
tersenyum.
“Begitu saja?”
Sivia mengangguk
manis.
Alvin segera merengkuh kepala Sivia.
Lantas mengecup ubun-ubun Sivia dengan manis.
“Selesai.” Ucap
Alvin seraya tersenym kearah Sivia.
“Daaaa—Alvin-kun. I love you…,” ucap Sivia
seraya melambaikan tangannya kearah Alvin yang sedang berjalan menuju mobilnya.
…
Gleek!,
Ify menelan ludahnya sukar.
Adegan tetangga
barunya tadi, Sivia dan Alvin. Membuat pipinya sedikit merona.
Rumah
tetangganya tadi, tepat disebelah rumahnya. Jadi, Rio yang tadi sudah siap
berangkat kerja berhenti sejenak, ketika mendengar jeritan Sivia. Ify yang
masih berada didekat suaminya pun reflex menoleh.
Terlalu asik melamun, Ify tidak sadar
dengan Rio yang sedang mendekat kearahnya. Lantas, merengkuh kepalanya pelan
sama persis seperti apa yang dilakukan Alvin barusan. Dan tepat—dengan lembut,
Rio menempelkan bibirnya kearah ubun-ubun Ify.
Setelah selesai,
Rio segera membalikkan tubuhnya dan pergi kearah mobilnya.
“Aku pergi dulu
ya. Kira-kira jam 5 sore nanti, aku pulang.”
Suara serak Rio, menyadarkan Ify yang
masih terpatung. Dengan reflex ia memegang dahinya. Lantas tersenyum miris.
Apa setiap pagi aku harus begini?
**
Sepeninggal Rio. Ify tidak tau, harus
melakukan apa. Ia sedikit menyesal tadi telah menuruti rasa gengsinya. Tidak
mengiyakan, tawaran Rio untuk mengajaknya jalan-jalan.
Huft! Dan
akhirnya, Ify hanya bisa memandangi televise dengan malas.
Orang-orang ditelevisi, banyak
berbicara dengan bahasa Jepang yang cepat. Ify yang masih tertatih melafalkan
bahasa jepang, mendengarkan mereka berbicara membuat otaknya pusing.
Tingg Toongg!
Bunyi, suara bel rumahnya terdengar
menggangu. Ify memutar bola matanya malas. Memang siapa yang bertamu? Bukankah
ia disini masih baru?
Tanpa banyak berpikir
lagi, Ify segera berjalan menuju arah pintu, lantas membukanya.
“Sivia-Neechan?”
Disana sudah
ada, wanita paruh baya dengan senyum merekah dibibirnya. Ify mengerutkan
keningnya. Ada apalagi?
“Kau tidak
sedang sibuk bukan Ify-chan?,” Ucap
Sivia sembari melengokkan kepalanya kedalam rumah Ify. Seperti mencari sesuatu.
“Tidak Oneechan.”
“Bagus! Ayo ikut
denganku.”
Tiba-tiba saja,
Sivia segera menarik tangannya.
Ify yang
terkesiap segera menepis tarikan Sivia dengan kasar.
Ada apa dengan
orang ini? Batin Ify Buruk.
“Kita akan
kemana Sivia-Nee?”
“Ke sanggar
tari!”
“Ha?” Ify
melongo ketika Sivia menyebutkan sanggar tari, kenapa tiba-tiba mengajaknya
kesana?
“Tidak suka ya?
Ku kira kau suka menari. Jadi ku ajak kesana,” ucap Sivia dengan nada yang
sedih dan kecewa. Lantas mengembalikkan tubuhnya dari rumah Ify.
“Menari? Aku
ikut!”
Sivia
membelalakkan matanya kearah Ify, ketika ia mendengar Ify menjerit senang.
Lantas menariknya keluar rumah.
Ify sedari dulu memang suka menari. Dan
tak pernah terfikirkan olehnya, bahwa Jepang kembali membuatnya menari.
Dan semoga,
pilihannya menatap di Negara Sakura tidak benar benar hampa.
**
“Jadi begitu Oniisan,” ucap Rio meakhiri ceritanya.
Sedangkan
diseberangnya terdapat Alvin yang menatapnya miris.
Tadi, Rio menceritakan pada Alvin
tentang Ify yang dingin. Ify yang selalu malas merespon ucapannya. Rio
berharap, Semoga Alvin punya sedikit petunjuk untuknya. Karena Alvin lebih
berpengalaman dalam menikah.
Rio menyeruput
secangkir teh-nya. Lantas kembali menatap Alvin dengan pandangan frustasi.
“Bahkan Ify sama
sekali gak berkenan. Saya ajak jalan-jalan,”
Alvin yang
mendengar penuturan Rio, segera menepuk pundak sahabatnya itu.
“Sabar!,”
ucapnya menyakinkan.
Pandangan Alvin
teralih kearah luar jendela.
Pikiran Alvin menerawang,
dulu sewaktu pertama kali menikah dengan Sivia. Sivia begitu gengsi. Namun,
setelah ia ajak ke Taman Ueno, hati
Sivia menjadi sedikit lebih melembut.
Huh! Alvin
mendengus kesal, ia menemukan satu filosofi lagi. Bahwa, wanita tak bisa
ditebak. Manja dan egois.
Cerita Rio barusan, membuat pikiran
Alvin kembali berputar. Dan kini, berputar pada masa bahagianya dengan Sivia.
Ia ingat, dulu
Sivia sering memarahinya hanya karena tak manaruh pakaian dengan benar.
Alvin jadi terkikik sendiri. Ia masih
ingat raut wajah Sivia saat marah. Menakutkan.
Lagi-lagi Alvin
teringat. Sepulang kerja, Sivia selalu menyambutnya dengan cerita.
Yang masih teringat dibenaknya
jelas adalah ketika Sivia dengan ngotot menceritakan Sinetron kesukaan yang
bercerita tentang….
“Rio! Aku puny ide!”
Tiba-tiba saja,
Alvin berseru membuat Rio yang sedari tadi melamun terkesiap dan melototkan
matanya.
“Apa?”
Alvin-pun menceritakan ide-nya yang
muncul begitu saja, ketika mengingat sinetron yang diceritakan Sivia. Suara Alvin
sedikit dilirihkan, seperti seorang Bandar menyebutkan kode rahasianya.
Tepat saat Alvin
selesai menyebutkan, Rio menjerit. Melototkan matanya besar-besar dan
menggeleng kasar. Tanda ia sama sekali tidak menyetujui ide Alvin.
“Gila! Saya gak
akan lakuin ide gila itu!”
***
Note :
Oneechan :
panggilan untuk kakak perempuan
Oniisan :
panggilan untuk kakak laki-laki.